Agama seseorang tergantung dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memerhatikan, siapa yang dia jadikan teman dekatnya," (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya," (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94).
195Likes, 3 Comments - Universitas Muslim Indonesia (@umimakassar) on Instagram: "#repost @amfai_99 ・・・ "Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat"
Maknanya bahwa seseorang itu tergantung kebiasaan temannya, tingkah laku dan juga gaya hidupnya, maka hendaklah ia memperhatikan dan meneliti dengan siapa ia berteman.
Kualitasagama seseorang tergantung agama temannya. Permisalan Seorang Teman. Kerusakan yang terjadi pada remaja saat ini, mulai dari pergaulan bebas, minum obat-obatan terlarang, tawuran, dan kenakalan lainnya adalah dampak dari salah memilih teman. Juga sebaliknya jika kita dapati remaja yang hidup dalam kebaikan maka bisa dipastikan adanya
Seoranglaki-laki di atas agama sahabat dekatnya, maka hendaknya seseorang di antara kalian melihat kepada siapa dia bersahabat. tergantung keadaan sahabat dekatnya. Jika sahabatnya itu shalih, maka dia akan terkena imbas baiknya pada kehidupan dan kepribadiannya, begitu juga sebaliknya. yaitu hendaknya jangan memilih teman dekat
sebutkan tiga himpunan semesta dari himpunan himpunan berikut. Post Views DALIL-DALIL الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. Az-Zukhruf 67. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ. رواه أحمد dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda “Seseorang tergantung pada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang dia jadikan sebagai teman dekat.” HR. Ahmad at-Tirmidzi ia berkata Hadits ini Hasan Shahih. Dan Abu Dawud Syaikh al-Albani berkata Hasan. A. Diantara Adab-Adab Bergaul Sesama Saudara Muslim 1. Memilih Teman Bergaul Dan Teman Duduk Maknanya, bahwa seseorang itu tergantung kebiasaan temannya, tingkah laku dan juga gaya hidupnya, maka hendaklah ia memperhatikan dan meneliti dengan siapa ia berteman. Barang siapa yang agama dan akhlaqnya diridhai maka hendaklah ia berteman dengannya, dan jika tidak maka hendaklah ia menjauhinya, karena tabiat itu adalah sesuatu yang dicuri diambil dari orang lain. Demikian yang disebut dalam kitab Aunul Ma’bud.Syarh Sunan Abi Dawud jilid VII XIII/123 Diriwayatkan عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ أَوْ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَصْحَبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ. رواه أحمد dari Abu Sa’id Al Khudri – bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Janganlah engkau bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan janganlah memakan makananmu kecuali seorang yang bertakwa.” HR. Ahmad at-Tirmidzi Abu Dawud Syaikh al-Albani berkata Hasan. Teman dekat dan teman duduk yang berakhlaq jelek menimbulkkan bahaya yang nyata dan tidak bisa dihindari, bagaimana pun cara menjaganya, berdasarkan nash dari sabda Nabi ﷺ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً. رواه البخاري dari Abu Musa radliallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda “Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya.” Muslim Ahmad 2. Cintai Karena Allah Diriwayatkan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي. رواه مسلم dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat kelak “Mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini kunaungi mereka, di mana tidak ada naungan pada hari ini selain naungan-Ku.” HR. Muslim Ahmad Malik Dan عَنْ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ. رواه أحمد dari Mu’adz bin Jabal, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda; “Allah Subhanahuwata`ala berfirman, Wajiblah cintaKu bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling berteman karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku’. HR. Ahmad dan hadits ini berdasarkan lafazh beliau, Malik Ibnu Abdil Barr berkata Dalam hadits ini menerangkan pertemuan Abu Idris al-Kahulani kepada Mu’adz bin Jabal, dan Abu Idris mendengar langsung darinya, dan sanad-sanadnya Shahih. At-Tamhid XXI/125. Dan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ. رواه مسلم dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di desa lain. Kemudian Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menemui orang tersebut. Ketika orang itu ditengah perjalanannya ke desa yang dituju, maka malaikat tersebut bertanya; Hendak pergi ke mana kamu? Orang itu menjawab; Saya akan menjenguk saudara saya yang berada di desa lain.’ Malaikat itu terus bertanya kepadanya; Apakah kamu mempunyai satu perkara yang menguntungkan dengannya? Laki-laki itu menjawab; Tidak, saya hanya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.’ Akhirnya malaikat itu berkata; Sesungguhnya aku ini adalah malaikat utusan yang diutus untuk memberitahukan kepadamu bahwasanya Allah akan senantiasa mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah.’ HR. Muslim Ahmad {Tarubbuha yaitu menjaga, mengasuh, dan memeliharanya sebagaimana seseorang melihara anaknya. Lisanul Arab 1//104}. Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan عَنْ أَنَسٍ قَالَ مَرَّ رَجُلٌ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ جَالِسٌ فَقَالَ الرَّجُلُ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ هَذَا فِي اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرْتَهُ بِذَلِكَ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَأَخْبِرْهُ تَثْبُتْ الْمَوَدَّةُ بَيْنَكُمَا فَقَامَ إِلَيْهِ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ أَنِّي أُحِبُّكَ فِي اللَّهِ أَوْ قَالَ أُحِبُّكَ لِلَّهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي فِيهِ. رواه أحمد dari Anas berkata; ada seorang laki-laki lewat di majlis Nabi Shallallahu’alaihi wasallam yang waktu itu sedang duduk seorang laki-laki lain. Laki-laki yang pertama berkata; wahai Rasulullah, saya mencintai orang ini karena Allah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bertanya, “Apakah kau telah memberitahukan kepadanya hal itu?” dia berkata; belum. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda “Berdirilah dan beritahukan kepadanya, niscaya hubungan kalian akan langgeng”. Lalu dia berdiri dan memberitahukannya dengan berkata; “Sesungguhnya saya mencintaimu karena Allah” atau berkata; “Saya menyukaimu karena Allah”. Maka laki-laki tadi berkata; “Semoga Allah mencintai kamu yang cinta padaku karena-Nya”. HR. Ahmad Abu Dawud dan Syaikh al-Albani berkata Hasan. Catatan jangan sampai kecintaan karena Allah ini berlebihan, sehingga tidak baik, seperti antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan, awalnya ikhlas akan tetapi lama-lama ingin mendapatkan sesuatu dari orang tersebut. 3. Menampakkan Senyum, Bersikap Lembut Dan Berkasih Sayang Kepada Sesama Saudara Seiman Diriwayatkan عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ. رواه مسلم dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepadaku “Janganlah kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada saudaramu sesama muslim ketika bertemu.” HR. Muslim dan at-Tirmidzi Dan dalam riwayat Jabir beliau bersabda عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ وَمِنْ الْمَعْرُوفِ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ… رواه أحمد dari Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Setiap yang baik adalah sedekah, dan diantara kebaikan adalah kamu bertemu saudaramu dengan wajah ceria,…HR. Ahmad dan at-Tirmidzi dan ia berkata Hadits Hasan Shahih. Sikap lemah lembut, ramah dan kasih sayang, termasuk hal-hal yang beisa menguatkan ikatan diantara saudara, dan memperdalam hubungan diantara mereka. Maka Allah menyukai sikap lemah lembut dalam segala urusan. HR. Al-Bukhari dari Aisyah Muslim Ahmad at-Tirmidzi dan ad-Darimi عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ دَخَلَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ قَالَتْ عَائِشَةُ فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ وَعَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ. رواه البخاري dari Aisyah radliallahu anha isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata; “Sekelompok orang Yahudi datang menemui Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam, mereka lalu berkata; “Assaamu alaikum semoga kecelakaan atasmu. Aisyah berkata; “Saya memahaminya maka saya menjawab; wa’alaikum as saam wal la’nat semoga kecelakaan dan laknat tertimpa atas kalian.” Aisyah berkata; “Lalu Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam bersabda “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai sikap lemah lembut pada setiap perkara.” Saya berkata; “Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidak mendengar apa yang telah mereka katakan?” Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam menjawab “Saya telah menjawab, WA ALAIKUM dan semoga atas kalian juga.” dari Aisyah Muslim Ahmad at-Tirmidzi dan ad-Darimi Dan عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ. رواه مسلم dari Aisyah istri Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda “Hai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut. Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan juga akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” HR. Muslim Dan selama hal itu terus seperti itu, dan terhadap saudara-saudara seiman maka mereka lebih pantas dan lebih utama berprilaku lemah lembut kepada sebagian lainnya, dan hendaklah sebagian mereka berlaku ramah kepada sebagian yang lainnya. Diriwayatkan عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُرِّمَ عَلَى النَّارِ كُلُّ هَيِّنٍ لَيِّنٍ سَهْلٍ قَرِيبٍ مِنْ النَّاسِ. رواه أحمد dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Diharamkan atas api neraka, setiap orang yang memberi kemudahan, lemah lembut serta dekat dengan manusia.”.HR. Ahmad dan hadits ini berdasarkan lafazh beliau, at-Tirmidzi dan ia berkata Hadits Hasan Gharib. Dan pentahqiq al-Musnad berkata Hasan dengan beberapa penguat lainnya. Dan diantara perkara-perkara yang bisa membantu langgengnya rasa cinta dan menghilangkan kebencian dari dalam hati adalah saling memberi hadiah diantara sesama saudara. Imam Malik meriwayatkan dalam Muwaththa’nya bahwa Rasulullah bersabda تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ الشَّحْنَاءُ. رواه مالك “Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscaya maka akan hilanglah kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah permusuhan.”Al-Muwaththa’ Ibnu Abdil Barr berkata Hadits ini bersambung dari banyak sisi periwayatan yang semuanya hasan. At-Tamhid XXI/12…. Kemudian beliau membawakan hadits ini dengan sanadnya, dan berkata tentang sanad tersebut Bersambung dari hadits Abu Hurairah, ia berkata …. at-Tamhid 1/17. 4. Disunnahkan Memberi Nasihat Dan Hal Itu Termasuk Kesempurnaan Persaudaraan Nasihat adalah tuntutan syar’i yang dianjurkanoleh pembuat syariat dan merupakan bagian dari perkara-perkara yang menjadi sebab Nabi membai’at para sahabatnya, sebagaimana diriwayatkan عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ. رواه البخاري dari Jarir bin Abdullah berkata “Aku telah membai’at Rasulullah untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat dan menasehati kepada setiap muslim”. Muslim Ahmad at-Tirmidzi an-Nasa’i dan ad-Darimi Diriwayatkan عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ رواه مسلم dari Tamim ad-Dari bahwa nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.” HR. Muslim Ahmad an-Nasa’i dan Abu Dawud Dan sabda beliau “Agama itu adalah nasihat” yaitu bahwa nasehat adalah amalan yang paling utama dan paling sempurna dalam agama. Kasyful Musykil min hadis as-Shahihain karya Ibnul Jauzi IV/219. Ibnul Jauzi berkata Ketahuilah bahwa nasihat untuk Allah adalah membela agama-Nya dan menghalau segala bentuk kesyirikan kepada-Nya walaupun dia tidak membutuhkannyam akan tetapi manfaatnya kembali kepada hamba. Demikian pula nasehat untuk kitab-Nya adalah membelanya dan senantiasa menjaga tilawah kiitab-Nya. Dan nasehat untuk Rasul-Nya adalah melaksanakan sunnahnya dan mengajak kepada dakwah beliau ﷺ. Nasehat untuk pemimpin kaum muslimin adalah dengan mentaati mereka, berjihadbersama mereka, menjaga baiat mereka, memberi nasehat kepada mereka tanpa adanya pujian-pujian yang bisa membuat mereka terpedaya. Dan nasehat untuk seluruh kaum muslimin adalah keinginan untuk memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk dalam hal ini mengajarkan dan memperkenalkan kepada mereka perkara yang wajib serta menunjukkan mereka kepada al-Haq kebenaran. Kasyfu amusykil min Hadisi ash-Shahihaini karya Ibnul Jauzi IV/219. Dan diriwayatkan عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ. رواه البخاري dari Abu Musa radliallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan”. Dan Beliau mendemontrasikannya dengan cara mengepalkan jari jemari Beliau. dan lafazhnya menurut riwayat beliau, Muslim Ahmad at-Tirmidzi dan an-Nasa’i Sesama saudara, sebagian mereka membutuhkan sebagian lainnya, mereka sa,ing memberi bantuan dalam menutupi kefakiran mereka, atau memberipersetujuab dalam menunaikan hajat kebutuhan mereka, dan selainnya dari berbagai bantuan lainnya عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ. رواه مسلم dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saidaranya. HR. Muslim dari Abu Hurairah Ahmad at-Tirmidzi Abu Dawud dan Ibnu Majah 6. Sesama Saudara Haruslah Saling Merendah Diantara Mereka, Tidak Sombong Atau Meremehkan Yang Lain Diriwayatkan عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ الْمُجَاشِعِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ… إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ.. . رواه مسلم dari Iyadh bin Himar Al Mujasyi’i, ia berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam berdiri berkhutbah pada suatu hari ditengah-tengah kami lalu beliau bersabda “Sesungguhnya Allah memerintahkanku” ia menyebut hadits seperti hadits Hisyam dari Qadatah, dalam haditsnya ia menambah “Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku lalim pada yang lain.”…. HR. Muslim kitab al-Jannah wa Shifatu na’imiha wa Ahliha, dan lafazh ini menurut riwayatnya, Abu Dawud dan Ibnu Majah Sedangkan meremehkan orang lain dan sombong adalah jalan menuju kezhaliman, permusuhan dan kejahatan. Diriwayatkan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” HR. Muslim Ahmad at-Tirmidzi Malik dan ad-Darimi 7. Berakhhlaq Mulia Terpuji Dan sebaik-baik manusia adalah yang akhlaqnya paling baik, hal ini berdasarkan sabda makhluk terbaik dan beliaulah manusia yang memiliki akhlak paling terpuji عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَكَانَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلَاقًا. رواه البخاري dari Abdullah bin “Amru radliallahu anhu berkata; “Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak pernah sekalipun berbicara kotor keji dan juga tidak pernah berbuat keji dan beliau bersabda “Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kalian adalah orang yang paling baik akhlaqnya’. at-Tirmidzi dan Ahmad Dan diantara do’a Nabi ketika istiftah ا….وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ… رواه مسلم …Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau…. HR. Muslim Ahmad at-Tirmidzi an-Nasa’i Abu Dawud dan ad-Darimi Diceritakan dari Fudhail bin Iyadh, ia berkata Barang siapa yang akhlaknya jelek maka akan jelek pula agama, kedudukan dan kecintaan orang lain kepadanya. Al-Adabusy Syar’iyyah II/1919. Dalam pergaulan sesama saudara muslim, akhlak yang terpuji menempati bagian yang besar. Akhlak yang baik akan memperpanjang hubungan, melembutkan hati, dan mencabut rasa dendam dari dalam dada, maka sepantasnya sesama saudar muslim menampakkan kecerahan diwajah mereka kepada saudara mereka lainnya, mengucapkan kata-kata yang baik kepada mereka, dan menutup mata dari kehinaan dan kesalahan mereka serta memohon udzur bagi mereka. pembahasan tentang akhlak memerlukan waktu waktu yang sangat panjang dan disini bukan tempatnya 8. Hati Yang Selamat Diantara do’a Nabi ﷺ وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ قَلْبِي. رواه أبوا داود dan cabutlah kedengkian dalam hatiku. Kedengkian {as-Sakhimah Al-hiqd dengki dan ad-Dhaghinah dendam yang tertancap dalam hati. Lisanul Arab XII/282, topik سخم}. Dan dalam riwayat at-Tirmidzi disebutkan وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ صَدْرِيْ. رواه الترمذي dan cabutlah kedengkian didalam dadaku. HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas, dan Syaikh al-Albani berkata Shahih. Ahmad at-Tirmidzi Ibnu Majah Al-Munawi berkata Yaitu berbuat baik kepada setiap orang dan setiap orang merasa cemburu kepadanya. Dia tidak mengenal kejelakan dan bukan orang yang senang membuat makar. Dia rendah hati karena hatinya yang selamat dan prasangkanya yang selalu baik, sabda beliau ﷺ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيمٌ وَالْفَاجِرُ خِبٌّ لَئِيمٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ. رواه الترمذي dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Seorang mukmin itu senantiasa berlapang dada dan dermawan, sedangkan seorang fajir itu bakhil dan berakhlak buruk.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits gharib, tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini.. Tuhtaful Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi VI/84. Dalam hadits tersebut ada sebagian lafazh yang didahulukan dan diakhirkan. Bersambung ke poin Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.
Teman bergaul dan lingkungan yang Islami, sungguh sangat mendukung seseorang menjadi lebih baik dan bisa terus istiqomah. Sebelumnya bisa jadi malas-malasan. Namun karena melihat temannya tidak sering tidur pagi, ia pun rajin. Sebelumnya menyentuh al Qur’an pun tidak. Namun karena melihat temannya begitu rajin tilawah Al Qur’an, ia pun tertular rajinnya. Perintah Agar Bergaul dengan Orang-Orang yang Sholih Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman, وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ “Bagaimana mungkin tidak mungkin kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada agama Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” QS. Ali Imran 101. Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benarjujur.” QS. At Taubah 119. Berteman dengan Pemilik Minyak Misk Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً “Seseorang yang duduk berteman dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”[1] Memandangnya Saja Sudah Membuat Hati Tenang Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih. Al Fudhail bin Iyadh berkata, نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ “Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”[2] Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya. Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.” Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.”[3] Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami murid-murid Ibnu Taimiyyah, jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.[4] Lihatlah Siapa Teman Karibmu! Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545. Al Ghozali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.”[5] Oleh karena itu, pandai-pandailah memilih teman bergaul. Jauhilah teman bergaul yang jelek jika tidak mampu merubah mereka. Jangan terhanyut dengan pergaulan yang malas-malasan dan penuh kejelekan. Banyak sekali yang menjadi baik karena pengaruh lingkungan yang baik. Yang sebelumnya malas shalat atau malas shalat jama’ah, akhirnya mulai rajin. Sebaliknya, banyak yang menjadi rusak pula karena lingkungan yang jelek. Semoga Allah mudahkan dan beri taufik untuk terus istiqomah dalam agama ini. Disusun di Sakan 27, KSU, Riyadh, KSA, pada 26 Syawal 1431 H 4/10/2010 Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Baca Juga Meminta Traktir Teman, Apa Sama dengan Mengemis? Berteman dengan Non Muslim, Bolehkah? [1] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 [2] Siyar A’lam An Nubala’, 8/435, Mawqi’ Ya’sub. [3] Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al Afani, hal. 466, Darul Affani, cetakan pertama, tahun 1421 H [4] Lihat Shahih Al Wabilush Shoyyib, antara hal. 91-96, Dar Ibnul Jauziy [5] Tuhfatul Ahwadzi, Abul Ala Al Mubarakfuri, Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut, 7/42
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَن النبيَّ -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم- قَالَ الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُر أَحَدُكُم مَنْ يُخَالِل». [حسن] - [رواه أبوداود والترمذي وأحمد] المزيــد ... Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekatnya." Hadis hasan - Diriwayatkan oleh Tirmiżi Uraian Hadis Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- ini menunjukkan bahwa manusia itu tergantung kebiasaan, jalur dan perjalanan hidup sahabatnya. Demi kehati-hatian dalam urusan agama dan akhlaknya, hendaklah seseorang memperhatikan dan melihat siapa yang ia jadikan sahabatnya. Jika ada orang yang diridai agama dan akhlaknya, maka jadikanlah teman, dan jika tidak maka jauhilah. Sesungguhnya tabiat itu laksana pencuri, dan persahabatan memberi pengaruh terhadap perbaikan dan kerusakan keadaan. Kesimpulannya, hadis ini menunjukkan bahwa sepatutnya manusia bersahabat dengan orang-orang baik karena hal itu mengandung kebaikan. Terjemahan Inggris Prancis Spanyol Turki Urdu Bosnia Rusia Bengali China Persia Tagalog Indian Sinhala Kurdi Hausa Portugis Sawahili Tampilkan Terjemahan
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة “Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628 Wahai saudariku, demikianlah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada kita agar senantiasa memilih teman-teman yang shalih dan waspada dari teman-teman yang buruk. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan contoh dengan dua permisalan ini dalam rangka menjelaskan bahwa seorang teman yang shalih akan memberikan manfaat bagi kita di setiap saat kita bersamanya. Sebagaimana penjual minyak wangi yang akan memberikan manfaat bagi kita, berupa pemberian minyak wangi, atau minimal jika kita duduk bersamanya, kita akan mencium bau wangi. Manfaat Berteman dengan Orang yang Shalih Berteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang membahayakan kita. Teman yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya. Bahjah Quluubil Abrar, 119 Jika kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati. Bahjatu Quluubil Abrar, 119 Wahai saudariku, sungguh manfaat berteman dengan orang yang shalih tidak terhitung banyaknya. Dan begitulah seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927 Bahaya Teman yang Buruk Jika berteman dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak sadar. Bahjatu Qulubil Abrar, 120 Oleh karena itulah, sungguh di antara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk. Bahjah Qulubil Abrar, 120 Berteman dengan orang shalih akan memperoleh ilmu yang bermanfaat, akhlak yang utama dan amal yang shalih. Adapun berteman dengan orang yang buruk akan mencegahnya dari hal itu semua. Jangan Sampai Menyesal Allah Ta’ala berfirman وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا “Dan ingatlah hari ketika itu orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata “Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku dulu tidak menjadikan sifulan itu teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” QS. Al Furqan 27-29. Sebagaimana yang sudah masyhur di kalangan ulama ahli tafsir, yang dimaksud dengan orang yang dzalim dalam ayat ini adalah Uqbah bin Abi Mu’ith, sedangkan si fulan yang telah menyesatkannya dari petunjuk Al Qur’an adalah Umayyah bin Khalaf atau saudaranya Ubay bin Khalaf. Akan tetapi secara umum, ayat ini juga berlaku bagi setiap orang yang dzalim yang telah memilih mengikuti shahabatnya untuk kembali kepada kekafiran setelah datang kepadanya hidayah Islam. Sampai akhirnya dia mati dalam keadaan kafir sebagaimana yang terjadi pada Uqbah bin Abi Mu’ith. Adhwa’ul Bayan, 6/45 Begitulah Allah Ta’ala telah menjelaskan betapa besarnya pengaruh seorang teman dekat bagi seseorang, hingga seseorang dapat kembali kepada kekafiran setelah dia mendapatkan hidayah islam disebabkan pengaruh teman yang buruk. Oleh karena itulah sudah sepantasnya setiap dari kita waspada dari teman-teman yang mempunyai perangai buruk. Penutup Wahai saudariku, ingin ku kutipkan sedikit nashihat yang semoga bermanfaat untukku maupun untuk dirimu. Nashihat ini berasal dari seorang ulama bernama Ibnu Qudamah Al Maqdisiy “Ketahuilah, Sungguh tidaklah pantas seseorang menjadikan semua orang sebagai temannya. Akan tetapi sepantasnya dia memilih orang yang bisa dijadikan sebagai teman, baik dari segi sifatnya, perangainya, ataupun apa saja yang bisa menimbulkan keinginan untuk berteman dengannya. Sifat ataupun perangai tersebut hendaknya sesuai dengan manfaat yang dicari dari hubungan pertemanan. Ada orang yang berteman karena tujuan dunia, seperti karena ingin memanfaatkan harta, kedudukan ataupun hanya sekedar bersenang-senang bersama dan ngobrol bersama, akan tetapi hal ini bukanlah tujuan kita. Ada pula orang yang berteman untuk tujuan agama, dalam hal ini terdapat pula tujuan yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang bertujuan dapat memanfaatkan ilmu dan amalnya, ada pula yang ingin mengambil manfaat dari hartanya, dengan tercukupinya kebutuhan ketika berada dalam kesempitan. Secara umum, kesimpulan orang yang bisa dijadikan sebagai teman hendaknya dia mempunyai lima kriteria berikut Berakal cerdas, berakhlak baik, tidak fasiq, bukan ahli bid’ah dan tidak rakus terhadap dunia. Kecerdasan merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang dungu, karena orang yang dungu terkadang dia ingin menolongmu tapi justru dia malah mencelakakanmu. Akhlak baik, hal ini juga sebuah keharusan. Karena terkadang orang yang cerdas jika ia sedang marah dan emosi dapat dikuasai oleh hawa nafsunya. Maka tidaklah baik berteman dengan orang yang cerdas tapi tidak berakhlak. Sedangkan orang yang fasiq, dia tidaklah mempunyai rasa takut kepada Allah. Dan orang yang tidak mempunyai rasa takut kepada Allah, kamu tidak akan selamat dari tipu dayanya, disamping dia juga tidak dapat dipercaya. Adapun ahli bid’ah, dikhawatirkan dia akan mempengaruhimu dengan jeleknya kebid’ahannya. Mukhtashor Minhajul Qashidin, 2/ 36-37 Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat untukku dan untukmu saudariku… Amiin … *** Penyusun Latifah Ummu Zaid Murajaah Ustadz Ammi Nur Baits Rujukan Bahjatu Qulubil Abrar, syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, Maktabah Al Imam Al Wadi’iy, Shan’aa Adhwa’ul Bayan, Muhammad Al Amin Asy-Syinqithi, Darul-Fikr lith-thoba’ah wan-nasyr wat-tauzi’, Beirut Maktabah Asy-Syamilah Mukhtashor minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy. Maktabah Asy-Syamilah
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة “Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628Wahai saudariku, demikianlah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada kita agar senantiasa memilih teman-teman yang shalih dan waspada dari teman-teman yang buruk. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan contoh dengan dua permisalan ini dalam rangka menjelaskan bahwa seorang teman yang shalih akan memberikan manfaat bagi kita di setiap saat kita bersamanya. Sebagaimana penjual minyak wangi yang akan memberikan manfaat bagi kita, berupa pemberian minyak wangi, atau minimal jika kita duduk bersamanya, kita akan mencium bau Berteman dengan Orang yang ShalihBerteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang membahayakan yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya. Bahjah Quluubil Abrar, 119Jika kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati. Bahjatu Quluubil Abrar, 119Wahai saudariku, sungguh manfaat berteman dengan orang yang shalih tidak terhitung banyaknya. Dan begitulah seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallamالمرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927Bahaya Teman yang BurukJika berteman dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak sadar. Bahjatu Qulubil Abrar, 120Oleh karena itulah, sungguh di antara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk. Bahjah Qulubil Abrar, 120Berteman dengan orang shalih akan memperoleh ilmu yang bermanfaat, akhlak yang utama dan amal yang shalih. Adapun berteman dengan orang yang buruk akan mencegahnya dari hal itu Sampai MenyesalAllah Ta’ala berfirmanوَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا “Dan ingatlah hari ketika itu orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata “Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku dulu tidak menjadikan sifulan itu teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” QS. Al Furqan 27-29.Sebagaimana yang sudah masyhur di kalangan ulama ahli tafsir, yang dimaksud dengan orang yang dzalim dalam ayat ini adalah Uqbah bin Abi Mu’ith, sedangkan si fulan yang telah menyesatkannya dari petunjuk Al Qur’an adalah Umayyah bin Khalaf atau saudaranya Ubay bin Khalaf. Akan tetapi secara umum, ayat ini juga berlaku bagi setiap orang yang dzalim yang telah memilih mengikuti shahabatnya untuk kembali kepada kekafiran setelah datang kepadanya hidayah Islam. Sampai akhirnya dia mati dalam keadaan kafir sebagaimana yang terjadi pada Uqbah bin Abi Mu’ith. Adhwa’ul Bayan, 6/45Begitulah Allah Ta’ala telah menjelaskan betapa besarnya pengaruh seorang teman dekat bagi seseorang, hingga seseorang dapat kembali kepada kekafiran setelah dia mendapatkan hidayah islam disebabkan pengaruh teman yang buruk. Oleh karena itulah sudah sepantasnya setiap dari kita waspada dari teman-teman yang mempunyai perangai saudariku, ingin ku kutipkan sedikit nashihat yang semoga bermanfaat untukku maupun untuk dirimu. Nashihat ini berasal dari seorang ulama bernama Ibnu Qudamah Al Maqdisiy“Ketahuilah, Sungguh tidaklah pantas seseorang menjadikan semua orang sebagai temannya. Akan tetapi sepantasnya dia memilih orang yang bisa dijadikan sebagai teman, baik dari segi sifatnya, perangainya, ataupun apa saja yang bisa menimbulkan keinginan untuk berteman dengannya. Sifat ataupun perangai tersebut hendaknya sesuai dengan manfaat yang dicari dari hubungan pertemanan. Ada orang yang berteman karena tujuan dunia, seperti karena ingin memanfaatkan harta, kedudukan ataupun hanya sekedar bersenang-senang bersama dan ngobrol bersama, akan tetapi hal ini bukanlah tujuan kita. Ada pula orang yang berteman untuk tujuan agama, dalam hal ini terdapat pula tujuan yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang bertujuan dapat memanfaatkan ilmu dan amalnya, ada pula yang ingin mengambil manfaat dari hartanya, dengan tercukupinya kebutuhan ketika berada dalam kesempitan. Secara umum, kesimpulan orang yang bisa dijadikan sebagai teman hendaknya dia mempunyai lima kriteria berikut Berakal cerdas, berakhlak baik, tidak fasiq, bukan ahli bid’ah dan tidak rakus terhadap dunia. Kecerdasan merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang dungu, karena orang yang dungu terkadang dia ingin menolongmu tapi justru dia malah mencelakakanmu. Akhlak baik, hal ini juga sebuah keharusan. Karena terkadang orang yang cerdas jika ia sedang marah dan emosi dapat dikuasai oleh hawa nafsunya. Maka tidaklah baik berteman dengan orang yang cerdas tapi tidak berakhlak. Sedangkan orang yang fasiq, dia tidaklah mempunyai rasa takut kepada Allah. Dan orang yang tidak mempunyai rasa takut kepada Allah, kamu tidak akan selamat dari tipu dayanya, disamping dia juga tidak dapat dipercaya. Adapun ahli bid’ah, dikhawatirkan dia akan mempengaruhimu dengan jeleknya kebid’ahannya. Mukhtashor Minhajul Qashidin, 2/ 36-37Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat untukku dan untukmu saudariku…Amiin …*** Penyusun Latifah Ummu Zaid Murajaah Ustadz Ammi Nur BaitsRujukanBahjatu Qulubil Abrar, syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, Maktabah Al Imam Al Wadi’iy, Shan’aaAdhwa’ul Bayan, Muhammad Al Amin Asy-Syinqithi, Darul-Fikr lith-thoba’ah wan-nasyr wat-tauzi’, Beirut Maktabah Asy-SyamilahMukhtashor minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy. Maktabah Asy-Syamilah
seseorang tergantung teman dekatnya